Phone Contact

Semangat PAGI..

Rabu, 19 Januari 2011

Kutub al-Sittah

BAB II
PEMBAHASAN

Kegiatan penghimpunan hadits tidaklah dilakukan oleh suatu tim tertentu, tetapi dilakukan oleh ulama hadits secara individual dan dalam masa yang berbeda. Proses penghimpunan hadits nabi melibatkan para periwayat hadits yang jumlahnya sangat banyak yang hidup pada zaman yang berbeda, mereka telah berusaha menghimpun hadits langsung dari periwayatnya. Metode periwayatannya juga berbeda-beda dan beragam, baik dilihat dari kriteria, metode, maupun jumlah hadits yang dimuatnya.
Pada abad ketiga Hijriah merupakan kurun waktu terbaik untuk menyusun atau menghimpun hadits Nabi di dunia Islam. Pada waktu itulah hidup enam penghimpun hadith shahih yang sangat terkenal, kitab-kitabnya dijadikan induk dari kitab hadits dan sampai sekarang masih banyak dipelajari oleh sarjana-sarjana muslim di berbagai perguruan tinggi dunia, kitab-kitab hadits tersebut terangkum dalam sebutan Kutub as-Sittah atau enam kitab induk hadits yang disusun oleh Imam Bukhari (256 H), Imam Muslim (261 H), Imam Abu Daud (275 H), Imam Tirmidzi (279 H), Imam Nasa’i (303H), dan Imam Ibn Majah (273 H).
Kutub as-Sittah merupakan kitab-kitab hadits yang sangat luar biasa dan dijadikan rujukan oleh ahli hadits lain, penetapan standar dan peringkat untuk kitab-kitab hadits ini didasarkan pada kualifikasi umum, maksudnya secara umum hadits yang termuat di shahih al-bukhari misalnya, memiliki kualifikasi keshahihan yang lebih tinggi dari pada hadits di shahih al-muslim. Demikian pula hadits-hadits yang dimuat dalam shahih al-muslim pada umumnya kualitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang termuat pada sunan abu dawud. Jadi penetapan standar dan peringkat itu tidak dimaksudkan sebagai pengakuan atau penilaian untuk setiap hadits yang termuat dalam kitab yang bersangkutan. Tegasnya, tidaklah setiap hadits yang termuat dalam sunan abi dawud misalnya, selalu lebih rendah kualitasnya dibandingkan hadits yang termuat dalam shahih al-muslim ataupun shahih al-bukhari.
Dalam hal penulisan sebuah kitab hadits dikenal ada beberapa istilah sistematika penyusunan hadits, seperti shahih, sunan dan musnad. Shahih dan sunan pengertiannya hampir sama, yaitu sebuah kitab yang disusun dengan cara membagi menjadi beberapa kitab dan tiap-tiap kitab dibagi menjadi beberapa bab seperti pada shahih bukhari, sunan abu dawud, sunan tirmidzi dan lain sebagainya. Sistem musnad yaitu sebuah hadits yang disusun berdasarkan nama periwayat pertama dari Rasul, seperti musnad Ahmad bin Hambal.

1. Shahih Al Bukhari
Imam Bukhari lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju’fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat, 13 Syawal 194 H (21 Juli 810M).
Sebagai intelektual muslim yang berdisiplin tinggi, Imam Bukhari dikenal sebagai pengarang kitab yang produktif. Karya-karyanya tidak hanya dalam disiplin ilmu hadits, tapi juga ilmu-ilmu lain, seperti tafsir, fikih, dan tarikh. Fatwa-fatwanya selalu menjadi pegangan umat sehingga ia menduduki derajat sebagai mujtahid mustaqil (ulama yang ijtihadnya independen), tidak terikat pada mazhab tertentu, sehingga mempunyai otoritas tersendiri dalam berpendapat dalam hal hukum.
Dalam menyusun kitab tersebut, Imam Bukhari sangat berhati-hati. Menurut al-Firbari, salah seorang muridnya, ia mendengar Imam Bukhari berkata. “Saya susun kitab Al-Jami’ as-Shahih ini di Masjidil Haram, Makkah dan saya tidak mencantumkan sebuah hadits pun kecuali sesudah shalat istikharah dua rakaat memohon pertolongan kepada Allah, dan sesudah meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar shahih”. Di Masjidil Haram-lah beliau menyusun dasar pemikiran dan bab-babnya secara sistematis
dst ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar