Phone Contact

Semangat PAGI..

Selasa, 05 April 2011

PERKEMBANGAN ILMU AGAMA DAN SCIENS PADA MASA DAULAH ABBASIAH

BAB II
PEMBAHASAN

Kekuasaan Dinasti Abbasiah merupakan masa gemilang kemajuan dunia Islam dalam aspek perkembangan ilmu pengetahuan, baik itu dibidang agama, filsafat dan sains. Perkembangan tersebut pada dasarnya merupakan andil dari pengaruh peradaban Yunani yang sempat masuk ke dunia Islam. Sehingga selanjutnya, beberapa tokoh dalam literatur sejarah menghiasai perkembangan pemikiran hingga di era modern. Bahkan, pada masa kejayaan tersebut orang-orang barat menjadikan wilayah timur sebagai pusat peradaban untuk menggali ilmu pengetahuan.
Sejarah mencatat, di masa bani Abbasiah banyak terjadi kemajuan yang menakjubkan dalam perkembangan intelektual yaitu dalam haI ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang tidak terjadi di masa bani Umayyah. Bagdad menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan pada waktu itu, kemudian menjalar ke kota Kufah dan Basrah di Mesopotamia, Isfahan dan Nisyafur di Persia, Bukhara dan Samarkand di Transoxiana, Kairo di Mesir, Tunis, Toledo dan Cordova di Andalusia. Kota-kota tersebut menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia pada saat itu.
Pada masa inilah Islam meraih kejayaanya. Banyak kontribusi keilmuan yang disumbangkan. Karya dan tokoh-tokohnya telah menjadi inspirasi dalam pengembangan keilmuan bahkan sampai sekarang, oleh karena itu masa ini dikatakan sebagai masa keemasan Islam walau akhirnya peradaban Islam mengalami kemunduran dan kehancuran di bidang keilmuan bersamaan dengan berakhirnya pemerintahan Abbasiah.

A. Perkembangan Ilmu Agama di masa Bani Abbasiah
Pada daulah abbasiah perkembangan ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat, faktor perkembangan ini karena beberapa khalifahnya sangat mencintai ilmu pengetahuan, diantaranya yang sangat menonjol adalah Abu Ja’far al-Mansur (754-775M), Harun al-Rasyid (786-809M) dan al-Makmun bin Harun al-Rasyid (813-833M). Forum-forum pendidikan banyak dibentuk, hal ini bisa dilihat dari pembangunan-pembangunan sarana pendidikan seperti:
a. Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
b. Majlis Muhadharah, yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana, ahli pikir dan pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
c. Bayt al-Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.
d. Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.
e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus. Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansur.
Dengan berkembangnya lembaga pendidikan kemudian berkembang pula perpustakaan. Perpustakaan pada waktu itu merupakan sebuah universitas, karena disamping terdapat kitab-kitab disana juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Bayt al-Hikmah adalah suatu lembaga yang dikembangkan oleh al-Ma’mun, Bayt al-Hikmah dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium dan bahkan Etiopia dan India. Di bawah kekuasaan al-Ma’mun, Bayt al-Hikmah tidak hanya berfungsi sebagai perpustakan tetapi sebagai pusat studi dan riset astronomi dan matematika.
a. Perkembangan Ilmu Tafsir
Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan dibidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode penafsiran, pertama; tafsir bi al-ma’tsur yaitu, interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi SAW dan para sahabatnya. Kedua; tafsir bi al-ra’yi yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran dari pada hadits dan pendapat sahabat.
Diantara para ahli tafsir bi al-ma’tsur adalah:
1) Ibn Jarir Al-Thabari dalam tafsirnya Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an yang lebih dikenal dengan Tafsir al-Thabari. Tafsir ini merupakan tafsir yang terpenting dari tafsir bi al-Ma’t (interpretasi taradisional), hasil karya beliau terdiri dari 30 jilid dan terkenal karena ketelitiannya. Banyak materinya berasal dari sumber otentik kaum Yahudi seperti yang ditulis oleh Ka’b Al-Ahbar dan Wahb Ibn Munabbin.
2) Ibn ‘Athiyah Al-Andalusy.
3) As-Sudai yang mendasarkan tafsirnya kepada Ibn Abbas dan Ibn Mas’ud.
4) Muqatil Ibn Sulaiman yang tafsirnya yang dipengaruhi oleh kitab Taurat.
Sedangkan ahli tafsir tafsir bi al-ra’yi adalah:
1) Abu Bakar Asam (Mu’tazilah).
2) Abu Muslim Muhammad ibn Bahar Isfahany (Mu’tazilah).
3) Ibn Jarul Asadi (Mu’tazilah), dan
4) Abu Yunus Abdussalam (Mu’tazilah)
Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Abbasiah, akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al-ra’yi (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh, dan terutama dalam ilmu teologi perkembangan logika dikalangan umat islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.
b. Perkembangan Ilmu Fiqh
Imam-imam mazhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiah. Imam Abu Hanifah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya di pengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kuffah, kota yang berada ditengah-tengah kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi, karena itu mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional.
Berbeda dengan Abu Hanifah, imam Malik (713-795 M) banyak menggunakan hadits dan tradisi masyarakat madmah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum ditengahi oleh imam Syafi’i (767-820 M) dan imam Ahmad ibn Hambal (780- 855 M). Disamping empat pendiri mazhab besar tersebut, pada masa pemerintahan bani Abbas banyak mujtahid mutlak lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan mazhabnya pula, akan tetapi karena pengikutnya tidak berkembang pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.
Imam Malik Bin Anas lahir (713 – 795 M), Beliau menulis buku-buku tentang ilmu-ilmu agama di zaman Bani Abbas, buku beliau yang sangat terkenal adalah Al-Muwaththa buku pertama tentang Fiqh Islam, buku yang lain adalah Al-Mudawwanah, yaitu buku yang berisi kumpulan risalah tentang fiqh Imam Malik, dikumpulkan oleh muridnya yang bernama Asad bin Al-Farrat An-Naisabury yang isinya mencakup 36.000 masalah. Diantara murid-murid Imam malik terdapat Asy-Syaibani, Asy-Syafi’i, Yahya Al-Layts Al-Andalusy, Abdurrahman Ibn al-Qasim di Mesir dan Asad Ibn Al-Furat Al-Tunisi. Filosof Ibn Al-Rusyd dan pengarang Bidayat al-Mujtahid termasuk pengikut Imam Malik. Mazhab Imam Malik banyak dianut di Hijaz, Maroko, tunis, Tripoli, Mesir selatan, Sudan, Bahrain dan Kuwait, yaitu di dunia Islam sebelah barat dan kurang di dunia Islam sebalah timur.
Dan diantara Imam ahli fiqh yang terkenal di masa Bani Abbas adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i. Beliau menggabungkan dua madzhab, yaitu madzhab naql yang bergantung pada hadits dianut oleh Imam Malik dan madzhab ‘aql (rasional) yang dipelopori oleh Abu Hanifah di Iraq. Beliau yang pertama kali berbicara tentang Ushul Fiqh dan pertama kali meletakkan dasar-dasarnya. Imam Syafi’i banyak menulis buku tentang Fiqh Islam, diantaranya Kitab Al Masbut Al-Fiqh, Kitab al-Umm. Banyak ahli fiqh yang dipengaruhi olehnya, diantara murid-murid Imam Syafi’i di Irak terdapat Ahmad Ibn Hambal, Daud Al-Zahiri dan Abu Ja’far Ibn Jarir Al-Tabari dan di Mesir Isma’il Al-Muzani, dan Abu Ya’qub Al-Buwaiti, Abu Hamid Al-Ghazali, muhyiyudin Al-Nawawi, Taqiyudin Al-Subki, Tajudin Abdul Wahhab Al-Subki dan Jalaludin Al-Suyuti, termasuk dalam golongan pengikut-pengikut besar dari Asy-Syafi’i. Mazhab beliau banyak dianut di daerah pedesaan Mesir, Palestina, Suria, Lebanon, Hijaz, India, Indonesia dan juga Persia dan Yaman.
Ulama lain yang menonjol pada zaman Bani Abbas adalah Imam Ahmad Bin Hambal (meninggal dunia pada tahun 241 H/855 M), menyibukkan dirinya sebagai ahli hadits (tradisionalis), para ahli fiqh banyak yang berpendapat bahwa Ahmad Ibn Hambal merupakan ahli hadits, tetapi sebagian ulama juga berpendapat bahwa beliau adalah seorang ahli fiqh. Ahmad Ibn Hambal menentang dogma baru dengan keras, dogma yang mempertahankan bahwa Al-Quran adalah makhluq. Dogma ini sesuai dengan pandangan Mu’tazilah yang dibantu oleh khalifah-khalifah Abbasiah, Ma’mun dan para penggantinya.
Abul-Wafa’ Ibn Aqil, Abdul Qadir Al-Jalili, Abul Faraj Ibn Al-Jawzi, Muwaffaqudin Ibn Qudama, Taqiyudin Ibn Taimiyah, Muhammad Ibn Al-Qayyim dan Muhammad Abd al-Wahhab adalah pengikut-pengikut termasyhur dari Imam Ahmad Ibn Hambal. Penganut mazhab beliu terdapat di Irak, Mesir, Suria, Palestina dan Saudi Arabia. Diantara keempat mazhab yang ada sekarang, mazhab Hambalilah yang paling kecil penganutnya.
c. Perkembangan Ilmu Kalam
Aliran teologi sudah ada sejak masa bani Umayah, seperti khawarij, murji’ah, dan mu’tazilah, akan tetapi perkembangan pemikirannya masih terbatas. Teologi rasional mu’tazilah muncul diujung pemerintahan bani Umayah. Namun pemikirannya yang sudah kompleks dan sempurna baru dirumuskan pada masa pemerintahan bani Abbas periode pertama. Selain itu dalam bidang sastra, penulisan hadits juga berkembang pesat pada masa bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya fasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadits bekerja, dan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Dan pada zaman bani Abbasiah, ilmu tasawuf dan ilmu bahasa mengalami kemajuan. Inti ajaran tasawuf adalah tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan meninggalkan kesenangan perhiasan dunia dan bersembunyi diri beribadah. Diantara aliran ilmu kalam yang berkembang adalah Jabariyah, Qadariyah, Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Para pelopornya adalah Hahm Ibn Safwan, Ghilan al-Dimisyq, Wasil ibn ‘Atha’, al-Asy’ari dan Imam al-Ghazali.

d. Perkembangan Ilmu Qira’at
Qira’ah Sab’ah menjadi termasyhur pada permulaan abad kedua hijriyah, dibukukan sebagai sebuah ilmu pada penghujung abad ketiga hijriyah di Baghdad oleh Imam Ibn Mujahid Ahmad bin Musa Ibnu Abbas, beliau amat teliti, tidak mau meriwayatkan kecuali dari orang yang kuat ingatannya (dhabit), dapat dipercaya dan panjang umur dalam mengikuti qira’ah. Disamping itu harus ada kesepakatan mengambil atau memberi darinya. Dari data ini dapat diambil kesimpulan bahwa di zaman pemerintahan Bani Abbas perkembangan ilmu Qira’at mencapai uncaknya.
Diantara ahli qira’at yang terkenal di masa pemerintahan Bani Abbas periode Pertama, adalah:
1) Yahya bin Al-Harits Adz Dzamary wafat tahun 145 H
2) Hamzah bin Habib Az Zayyat wafat tahun 156 H di zaman pemerintahan khalifah Abu Ja’far Al Manshur (136 – 158 H)
3) Abu Abdirrahman Al Muqry wafat tahun 213 H, dan
4) Khalaf Bin Hisyam Al Bazzaz wafat tahun 229 H.
e. Perkembangan Ilmu Hadits
Hadits pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiah hadits mulai diklasifikasikan secara sistematis dan kronologis. Pengklasifikasian itu secara ketat dikualifikasikan sehingga kita kenal dengan klasifikasi hadits Shahih, Hasan, Dhaif, dan Maudhu’. Bahkan dikemukakan pula kritik sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi yang meriwayatkan hadits tersebut. Pada masa ini muncullah ahli-ahli hadits, antara lain:
1) Imam Bukhari, yaitu Imam Abu Abdullah Muhammad Ibn Abi al-Hasan Al-Bukhari. Lahir di Bukhara tahun 194 H dan wafat tahun 256 H di Baghdad Bukunya yang berjudul Shahih al-Bukhari (Jami’ al-Shahih) merupakan sumber dari hadits shahih yang tingkatannya sangat tinggi.
2) Imam Muslim, yaitu Imam Abu Muslim Ibn Al-Hajjaj Al Qushairy An Naishabury, wafat tahun 261 H di Naishabur. Diantara karyanya yang monumental adalah Shahih Muslim.
3) Abu Dawud, karyanya Sunan Abi Dawud
4) Imam Tirmidzi, karyannya Sunan Tirmidzi
5) An Nasai, karyanya adalah Sunan al-Nasai.
6) Ibn Majah, karyanya adalah Sunan Ibn Majah
f. Perkembangan Ilmu Bahasa
Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang sangat efektif. Ia tidak hanya dipergunakan dalam berkomunikasi lewat lisan, tetapi juga dipergunakan sebagai alat untuk mengekspresikan seni, di samping sebagai bahasa ilmiah. Dalam ilmu bahasa ini didalamnya mencakup ilmu nahwu, sharaf, ma’any, bayan, badi’, arudl, dan lain-lain. Ilmu bahasa pada daulah bani Abbasiah berkembang dengan pesat, karena bahasa arab semakin berkembang memerlukan ilmu bahasa yang menyeluruh. Bahasa arab dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, di samping sebagai alat komunikasi antara bangsa. Pusat perkembangan ilmu bahasa Arab adalah Kufah dan Basrah. Diantara para ahli ilmu bahasa yang mempunyai peran besar dalam pengembangan ilmu bahasa adalah:
1) Sibawaih (wafat tahun 183 H). Karyanya terdiri dari dua jilid setebal 1000 halaman.
2) Al-Kisai, wafat tahun 198 H.
3) Abu Zakaria al-Farra (wafat tahun 208 H). Kitab Nahwunya terdiri dari 6000 halaman lebih.

B. Perkembangan Filsafat di masa Bani Abbasiah
Secara umum nuansa filsafat mereka berakar pada tradisi filsafat Yunani, yang dimodifikasi dengan pemikiran para penduduk di wilayah taklukan, serta pengaruh-pengaruh timur lainnya, yang disesuaikan dengan nilai-nilai Islam, dan diungkapkan dalam bahasa Arab.
Melalui proses penerjemahan buku-buku filsafat yang berbahasa Yunani para ulama muslim banyak mendalami dan mengkaji filsafat serta mengadakan perubahan serta perbaikan sesuai dengan ajaran islam. Dan hal tersebut merupakan tonggak lahirnya filsafat Islam, diantara para ahli filsafat yang terkenal pada waktu itu adalah:
1. Abu Ishak Al-Kindi (1994-260 H/809-873 M), beliau adalah satu-satunya filosof berkebangsaan asli arab, yakni dari suku kindah, karya-karyanya tidak kurang dari 236 buah buku.
2. Abu Nasr Al-Faraby (390 H/961 M), Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles dan karyanya tak kurang dari 12 buah buku. Salah satu karya terbaiknya adalah Risalah Fushush al-Hakim (Risalah Mutiara Hikmah) dan Risalah fi Ara Ahl al-Madinah al-Fadhilah (Risalah tentang pendapat penduduk kota ideal)
3. Al-Ghazali (450-505 H/1058-1101 M), beliau dijuluki sebagai hujjatul Islam, karyanya tidak kurang dari 70 buah diantaranya:
a. Al Munqidz Minadlalal
b. Tahafutul Falasifah
c. Mizanul Amal
d. Ihyaulumuddin
e. Mahkun Nazar
f. Miyazul Ilmi, dan
g. Maqashidul Falasifah
4. Ibnu Rusyd di barat lebih dikenal dengan nama Averoes, banyak berpengaruh di barat dalam bidang filsafat.
5. Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara lain: Shafa, Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain
6. Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
7. Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)
8. Ibnu Khaldun, Ibnu Haltum, Al Hazen, Ibnu Zuhr.


C. Perkembangan Sains di masa Bani Abbasiah
a. Kedokteran
Cuaca panas seperti di Irak, dan daerah Islam lainnya sehingga meyebabkan penyakit mata, maka fokus kedokteran paling awal diarahkan untuk menangani penyakit tersebut. Dari tulisan Ibnu Masawayh, dapat diketahui mengenai risalah sistematik berbahasa Arab paling tua tentang optalmologi (gangguan pada mata). Minat orang Arab terhadap ilmu kedokteran diilhami oleh hadis Nabi yang membagi pengetahuan ke dalam dua kelompok: teologi dan kedokteran. Dengan demikian, terkadang seorang dokter sekaligus merupakan seorang ahli metafisika, filosof, dan Sufi. Dengan seluruh kemampuannya itu mereka juga memperoleh gelar hakim (orang bijak). Kisah tentang Jibril Ibnu Bahtiarsyu, dokter khalifah al-Rasyid, al Ma’mun, juga keluarga Barmark, diriwayatkan telah mengumpulkan kekayaan sebanyak 88.000.000 dirham, hal tersebut memperlihatkan bahwa profesi dokter bisa menghasilkan banyak uang. Sebagai dokter pribadi Harun al-Rasyid, Jibril menerima 100 ribu dirham dari khalifah yang selalu berbekam dua kali dalam setahun, dan ia juga menerima Jumlah yang sama karena Jasanya memberikan obat penghancur makanan diusus. Keluarga Bahtiarsyu melahirkan enam atau tujuh generasi dokter ternama hingga paruh pertama abad ke-11. Dalam hal penggunaan obat-obatan untuk penyembuhan, banyak kemajuan berarti yang dilakukan orang Arab pada masa itu.
Merekalah yang membangun apotik pertama, mendirikan sekolah farmasi pertama, dan menghasilkan buku daftar obat-obatan. Mereka telah menulis beberapa risalah tentang obat-obatan, dimulai dengan risalah karya Jabir Ibn Hayyan, bapak kimia Arab, yang hidup sekitar 776 H. Pada masa awal pemerlintah al-Mamun dan al- Mutashim, para ahli obat-obatan harus menjalani semacam ujian. Seperti halnya ahli obat-obatan, para dokter juga harus mengikuti tes.
Para penulis utama bidang kedokteran setelah babak penerjemahan besar-besaran adalah orang Persia yang menulis dalam bahasa Arab: Ali al-Thabari, Al-Razi, Ali Ibn al-Abbas al-Majusi, dan Ibn Sina. Gambar dua orang diantara mereka, Al-Razi dan Ibn Sina, menghiasi ruang besar Fakultas Kedokteran dl Universitas Paris.
Al-Razi merupakan dokter muslim dan penulis paling produktif. Ketika mencari tempat baru untuk membangun rumah sakit besar di Baghdad, tempat ia kemudian menjabat sebagai kepala dokter, diriwayatkan bahwa ia kemudian menjabat sebagai kepala dokter, diriwayatkan bahwa ia menggantung daging di termpat-tempat yang berbeda untuk melihat tempat mana yang paling sedikit menyebabkan pembusukan. ia juga dianggap sebagai penemu prinsip seton dalam operasi. Diantara karyanya yang paling terkenal adalah risalah tentang bisul dan cacar air (ai-judari wa at-hashbah), dan menjadi karya pertama dalam bidang tersebut, serta dipandang sebagai mahkota dalam literatur kedokteran Arab. Di dalamnya kita menemukan catatan Klinis pertama tentang penyakit bisul.
Sekolah-sekolah tinggi kedokteran banyak didirikan diberbagai tempat, begitu pula rumah-rumah sakit besar yang berfungsi selain sebagai perawatan para pasien, juga sebagai ajang praktik para dokter dan calon dokter. Diantaranya sekolah tinggi kedokteran yang terkenal:
1. Sekolah tinggi kedokteran di Yunde Shafur (Iran)
2. Sekolah tinggi kedokteran di Harran (Syria)
3. Sekolah tinggi kedokteran di Bagdad.
Adapun para dokter yang terkenal pada masa itu antara lain:
1. Abu Zakaria Yuhana bin Miskawaih, seorang ahli farmasi di rumah sakit Yunde Shafur.
2. Sabur bin sahal, direktur rumah sakit Yunde Shafur.
3. Hunain bin Ishak (194-264 H/ 810-878 M) seorang ahli penyakit mata ternama.
4. Abu Zakaria Ar-Razy kepala rumah sakit di Bagdad dan seorang dokter ahli penyakit campak dan cacar, dan dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak.
5. Ibnu Sina (370-428 H/ 980-1037 M). Ia seorang ilmuwan yang multidimensi, yakni selain mengasai ilmu kedokteran, juga ilmu-ilmu lain, seperti filsafat dan sosiologi. Ibnu Sina berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia diantara karyanya adalah Al-Qur’an fi al-Rhibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.

b. Ilmu Astronomi
Ilmu astronomi atau perbintangan berkembang dengan baik, bahkan sampai mencapai puncaknya, kaum muslimin pada masa bani Abbasiah mempunyai modal yang terbesar dalam mengembangkan ilmu perhitungan. Mereka menggodok dan mempersatukan aliran-aliran ilmu bintang yang berasal atau dianut oleh Yunani, Persia, India, Kaldan. Dan ilmu falak arab jahiliyah. Ilmu bintang memegang peranan penting dalam menentukan garis politik para khalifah. Diantara para ahli ilmu astronomi pada masa ini adalah:
a. Al-battani atau Albatagnius, seorang ahli astronomi yang terkenal dimasanya.
b. Al-Fazzari, seorang pencipta atrolobe, yakni alat pengukur tinggi dan jarak bintang.
c. Abul Wafak, seorang menemukan jalan ketiga dari bulan, jalan kesatu dan kedua telah ditemukan oleh ilmuwan yang berkebangsaan Yunani.
d. Rahyan Al-Bairuny, seorang astronomi.
e. Abu Mansyur Al-Falaky, seorang ahli ilmu falaq.
f. Abu Ali A-Hasan ibn Al-Haythami seorang ahli optik, di Eropa dikenal dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya kebenda yang dilihat. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu.
Untuk mendukung perkembangan ilmu ini, para khalifah telah banyak membangun observatorium diberbagai kota, disamping observatorium pribadi milik ilmuwan sendiri.
c. Ilmu Matematika
Bidang ilmu matematika juga mengalami kemajuan pesat, diantara para tokohnya yaitu:
a. Umar Al Farukhan, seorang insinyur dan arsitek kota Bagdad.
b. Al-Khawarizmi, seorang pakar matematika muslim yang mengarang buku al-Jabar wa al-Muqobalah (Al-jabar). Dan dia juga yang menemukan angka nol.
d. Ilmu Farmasi dan Kimia
Pakar ilmu farmasi dan kimia pada masa dinasti Abbasiah sebenarnya sangat banyak, tetapi yang paling terkenal adalah ibnu Baithar. Beliau adalah seorang ilmuwan farmasi yang produktif menulis, karyanya adalah al-Mughni (memuat tentang obat-obatan) dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Zaman pemerintahan Bani Abbas merupakan zaman keemasan Islam—golden Age dalam sepanjang sejarah peradaban Islam. Hal ini ditandai dengan berkembang pesatnya Ilmu pengetahuan, baik pada bidang agama maupun umum.
1. Ilmu Pengetahuan Agama
• Bidang Ilmu Tafsir, ditengarai dengan dengan munculnya tafsir bi al-Ma’tsur dengan tokohnya adalah Ibn Jarir al-Thabari dengan Tafsir al-Thabari, Ibn ‘Athiyah al-Andalusy, as-Suday dan Muqatil ibn Sulaiman. Sedangangkan tafsir bi ar-Ra’yi tokohnya banyak dihuni oleh kaum Mu’tazilah yaitu Abu Bakar Asam, Abu Muslim Muhammad Ibn Bahar Isfahany, Ibn Jarul Asadi, Abu Yunus Abdussalam.
• Bidang Ilmu Fiqh, dengan munculnya empat Imam madzhab yang sangat terkenal yaitu Imam Hanifah (700-767M), Imam Malik (713-795M), Imam Syafi’i (767-820M) dan Imam Hambal (780-855M).
• Bidang Ilmu Kalam, ditengarai dengan munculnya aliran-aliran seperti Jabariyah, Qadariyah, Mu’tazilah dan Asy‘ariyah. Para pelopornya adalah Hahm Ibn Safwan, Ghilan al-Dimisyq, Wasil ibn ‘Atha’, al-Asy’ari dan Imam al-Ghazali.
• Bidang Ilmu Qira’at, berikut merupakan ahli-ahli qira’at yaitu, Yahya bin al-Harits al-Dzamary, Hamzah bin Habib al-Zayyat, Abu Abdirrahman al-Muqry, dan Khalaf Bin Hisyam al-Bazzaz.
• Bidang ilmu hadits, pada masa itu banyak ahli-ahli hadits bermunculan, dan yang terkenal diantaranya Imam Bukhari dengan Shahih Bukhari-nya, Imam Muslim karyanya Shahih Muslim, Abu Dawud karyanya Sunan Abu Dawud, Imam al-Tirmidzi karyanya Sunan Tirmidzi, Imam Nasa’i karyanya Sunan al-Nasa’i, dan Ibn Majah dengan karyanya Sunan Ibn Majah.
• Bahasa dan Retorika, ahli Bahasa dikala itu yang terkenal adalah Sibawaih (183 H), al-Kasai (198 H) dan Abu Zakariaal-Farra (208 H)
2. Pada Bidang Filsafat.
Ilmu Filsafat Islam di waktu itu banyak dipengaruhi oleh filsafat Yunani, namun terjadi perubahan dan kajian dilakukan oleh filosof-filosof Muslim dengan menyesuaikan dengan syariat dan pemikiran Islam. Beberapa filosof muslim yang tersohor adalah Abu Ishak al-Kindi (809-873 M), Abu Nasr al-Faraby (961 M), al-Ghazali (1058-1101M), Ibnu Rusyd, Ibn Shina (980-1037 M), Ibn Bajah (523H), Ibn Thufail (581 H), Ibn Khaldun, Ibn Haltum, Al-Hazen, Ibn Zuhr dan lain sebagainya.
3. Bidang Sain
Kedokteran, ilmu administrasi, Ilmu Teknik, Matematika, farmasi dan Kimia, Astronomi, Sejarah dan Geografi, Ilmu Optik dan lain-lain. Dan beberapa tokoh di dalamnya adalah Abu Zakaria bin Miskawaih (ahli Farmasi), al-Razzi (ahli penyakit campak dan cacar), Ibn Sina (ahli kedokteran), Al-Fazzari (penemu atrolobe—alat ukur tinggi dan jarak bintang), Rahyan al-Bairuny (ahli astronomi), al-Khawarizmi (ahli matematika) dengan teori Aljabar, Ibnu Baithar (ahli Farmasi dan Kimia)
Faktor-faktor berkembangnya ilmu pengetahuan umum dan ilmu agama di masa pemerintahan Bani Abbas adalah para penguasanya cinta kepada ilmu dan banyak memberikan motivasi kepada para ilmuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan agama, sikap dan kebijaksanaan politik yang kondusif, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.


DAFTAR PUSTAKA


Al-Muthlabi, Abdul Jabbar, Ahbar al-Daulah al-Abbasiah Juz I, Beirut: Daar al-Thali’ah li at-Taba’ah, t.t.

Hanafi, Ahmad. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1990.
http://blog.uin-malang.ac.id/toyib/bani-abbasiah.
http://imronfauzi.wordpress.com/bani-abasiyah-pada-abad-10-sebuah-pemikiran-di-sisi-intelektualitas-peradaban-islam.

Ira, M. Lapidus. Sejarah Sosial Umat Islam. Terj. Ghufron A. Mas’adi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Karim, Abdul. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, Yogyakarta: PT Pustaka Book Publusher, 2007.

Nakosteen, Mehdi. Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Surabaya: Risalah Gusti. 1996.

Nurhakim, Muhammad. Sejarah dan Peradaban Islam, Malang: UMM Press, 2006.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar